Maaf jika hanya copy/paste tapi saya rasa ini tulisan bagus untuk dibaca. Semoga kita bisa ambil hikmahnya.
Terima kasih Bp. M. Fauzhil Adhim yang telah menulis ini dan maaf bila saya lancang tidak minta ijin secara langsung kepada bapak
karena saya tidak tahu harus menghubungi kemana.
Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta
Oleh: M. Fauzhil Adhim
Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak.
Ketika dunia sedang sunyi senyap dan manusia sedang tenggelam dalam
lelapnya tidur. Tataplah wajah istri kita, tataplah dalam-dalam.
Lihatlah betapa banyak yang berubah dari dirinya. Wajah yang dulu
menampakkan keremajaan itu, sekarang sudah banyak gurat-guratnya.
Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan
karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirahat
barang sekejap.
Wajah yang dulu tanpa tersenyumpun sudah memikat hati untuk mendekat,
sekarang tampak letih karena penat yang menyengat. Tataplah wajah itu
sekali saja.
Lihatlah wajah apa adanya istri kita lalu renungkanlah kenapa wajah
itu telah berubah demikian banyak. Renungkanlah, apa yang telah kita
lakukan untuknya, agar setiap letih penatnya bermakna.
Bukankah wajah itu yang kerap kali kehilangan cahayanya ketika
anak-anakmu baru saja dilahirkan ke dunia. Ia harus memaksakan membuka
matanya ketika matanya sedang asyik terpejam. Dan badan hampir jatuh,
semata agar anak yang baru ia lahirkan dapat kokoh badannya dan kuat
jiwanya.
Ia harus terjaga, agar setiap kali anak-anak itu membutuhkan kasih
sayangnya pada detik itu juga ia mampu memberikannya. Barangkali di
saat yang sama, kita yang berada tepat di sisinya, telah larut dalam
buaian mimpi.
Ah, alangkah sedikit, alangkah sedikitnya yang telah kita lakukan
untuk istri kita. Alangkah sedikit yang telah kita berikan kepadanya
dan itupun hanya materi, harta belaka. Sementara kita meminta terlalu
banyak kepadanya.
Padahal, suami yang terbaik adalah suami yang paling baik perlakuannya
terhadap istrinya. Kata Muhammad saw "Sebaik baiknya kamu adalah yang
paling baik terhadap istrinya, dan aku (Muhammad saw) adalah yang
paling baik terhadap istriku."
Inilah kesaksian Aisyah ra istri beliau ketika ditanya sahabat perihal
perilakunya yang paling menakjubkan baginya. Ia berkata "Ah, seluruh
perilakunya menakjubkan bagiku"
Jika ada pakaian yang robek, Muhammad saw sendiri yang menjahit
pakaiannya. Beliau memerah susu kambing untuk dijual demi keperluan
keluarganya. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan
yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda
menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.
Bayangkanlah tentang esok hari. Disaat kita sudah bisa merasakan
betapa segar udara pagi, tubuh letih istri kita barangkali belum
benar-benar menemukan kesegarannya.
Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya,
membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya
dengan pipis tak habis-habis.
Disaat seperti itu, apakah yang kita pikirkan tentang dia? Masihkan
kita memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut
kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat
yang sama kita menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian,
santun dalam berbicara, halus dalam memilih setiap kata serta tulus
dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa
yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai
kewajibannya.
Sekali lagi, masihkan kita sampai hati mendambakan tentang seorang
perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Mari
kita lihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak
pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.
Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh
kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan
menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat
anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri yang baik memang tak boleh
bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi
istri yang baik tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga
butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada kita.
Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau
mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya
berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah kita akui
keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali
dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.
Ketika menginginkan ibu anak-anak kita selalu lembut dalam mengasuh,
maka bukan hanya nasehat yang perlu kita berikan. Ada yang lain. Ada
kehangatan yang perlu kita berikan agar hatinya tidak dingin, apalagi
beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang
perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya
sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.
Alangkah sering kita memperoleh ilmu-ilmu yang berharga, sering kita
mendengar ceramah-ceramah lewat berbagai media. Tetapi hampir-hampir
tak ada bekasnya dalam perilaku dan sikap kita, atas kurang sigapnya
istri menyuguhkan hidangan ke hadapan kita, kadang rasa kecewa tak
kita sembunyikan darinya.
Padahal tidaklah ia lambat melayani kecuali karena rasa letih yang
tidak dapat ia tangguhkan lagi. Atau jika badan masih cukup kekuatan,
tetapi hatinya amat haus, sangat haus akan perhatian kita kepadanya.
Perhatian yang ia nanti-nanti ketika kita pulang dari kantor.
Sungguh, yang ia butuhkan ketika itu, kerapkali bukanlah obat rasa
sakit, tetapi hanyalah sedikit ucapan perhatian disertai empati. "kamu
lelah, sayang?". Tak banyak kata yang ia perlukan, satu ucapan
sederhana yang diiringi usapan lembut di punggungnya.
Cukup, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kita memiliki perhatian
terhadapnya. Usapan lembut itu menandakan bahwa kita menghargai letih
dan lelahnya. Letih lelahnya mengurus rumah, menurus anak dan mengurus
kita.
Ada ketulusan yang harus kita usapkan kepada perasaan dan pikirannya,
agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada kita dan
anak-anak kita, sepenat apapun ia.
Yang lain lagi adalah pengakuan. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi
mestikah kita menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.
Karenanya, ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pikirkanlah
istri kita yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak
adakah yang bisa kita lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau
menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga,
Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh
yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada
secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan
satu cangkir cinta.
Apa yang ingin kita lakukan, terserah kita. Yang jelas, ada pengakuan
untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang
menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan kita
untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes
baginya, tak ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas
bantal karema merasa tak didengar.
Kekuatan jiwa untuk tetap lembut dalam mengasuh anak akan tumbuh dari sini.
Hamparkanlah ke tubuh istri kita dengan kasih sayang dan cinta yang
tak lekang oleh perubahan. Semoga kita termasuk laki-laki yang mulia,
sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.
Kita telah mengambil istri kita sebagai amanah dari Tuhan. Kelak kita
harus melaporkan kepada Tuhan bagaimana kita menunaikan amanah
dari-Nya. Apakah kita mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan
cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya?
Ataukah, kita sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.
Semoga kita memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri kita.
Sesudah kita puas memandangi istri kita yang terbaring letih, sesudah
kita perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia
sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang
mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut
untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar